HAKEKAT DIRI
Dalam kitab ‘Sirr al-Asrar’ yang berisi kumpulan ajaran Syaikh Abdul Qadir al-Jilani didapati keterangan bahwa pada awalnya manusia dicipta oleh Allah SWT di alam lâhût (alam dimensi ketuhanan). Manusia awal itu adalah manusia yang masih berwujud ruh (jiwa) yang sangat murni, yang disebut rûh al-quds.
Ruh al-Quds dicipta langsung oleh Allah SWT dan didalamnya terkandung disain serta program-program (rencana-rencana) Allah, juga sifat-sifat Allah, yang sifatnya sangat misterius (sirri). Maka Ruh al-Quds disebut juga Sirr (rahasia).
Allah SWT adalah cahaya (QS an-Nûr 24). Ruh al-Quds yang dicipta langsung oleh Sang Cahaya pun mengandung cahaya yang sangat murni, yang memiliki tingkat radiasi sangat tinggi.
Dalam kitab itu juga dikatakan bahwa alam memiliki lapis-lapis dimensional yang berbeda:
- Alam Lâhût, alam dimensi ketuhanan.
- Alam Jabarût, alam ilmu, ketentuan, rencana dan takdir.
- Alam Malakût, alam para malaikat, alam ruh, alam enerji.
- Alam Mulki, alam fisik, alam nyata.
Lalu Ruh al-Quds (Sirr) yang sudah dibalut dengan Ruh as-Sulthany (Fu’ad) diturunkan ke alam level-3, yaitu alam malakût. Namun alam malakut lebih materialized daripada alam-alam sebelumnya, dan apa yang ada di dalamnya akan mudah terbakar oleh radiasi cahaya Ruh al-Quds meskipun sudah dibalut dengan Ruh as-Sulthany. Oleh sebab itu sebelum diturunkan ke alam malakut, Ruh al-Quds yang sudah dengan Ruh as-Sulthany, dibalut lagi dengan Rûh ar-Rûhâny. Ruh lapis ketiga ini disebut juga Qalbu.
Selanjutnya Ruh al-Quds (Sirr), yang sudah dibalut dengan Ruh as-Sulthany (Fuad) dan Ruh ar-Ruhaniyah (Qalbu), diturunkan lagi ke alam level-4 yaitu alam mulki. Inilah alam kosmik yang sekarang dapat kita lihat secara visual dengan mata kepala kita. Alam kosmik wujudnya sangat lahiriah dan dapat dikenali secara empirik (terukur). Namun radiasi cahaya Ruh al-Quds, meski sudah dibalut dengan dua lapis ruh lainnya, masih terlalu tinggi bagi alam ini. Apa yang ada di alam mulki dapat terbakar oleh radiasi cahaya Ruh al-Quds. Untuk itu, sebelum diturunkan ke alam mulki, Ruh al-Quds dibalut lagi dengan lapis ke-3 yaitu Rûh al-Jismâny yang untuk mudahnya sering disebut dengan Rûh saja. Untuk lebih jelasnya lihatlah tabel berikut ini.
Alam | Rûh | (Nafs) |
---|---|---|
Lâhût | Rûh al-Quds | Sirr |
Jabarût | Rûh as-Sulthany | Fu’ad |
Malakût | Rûh ar-Rûhâny | Qalbu |
Mulki | Rûh al-Jismâny | Rûh |
Diri (nafs) kita yang hakiki dalah diri yang berwujud ruh (jiwa). Tubuh biologis kita hanyalah cangkang atau wadah bagi diri kita yang sesungghnya, yaitu ruh. Di dalam rûh ada qalbu, di dalam qalbu ada fuâd dan di dalam fuad ada sirr. Sirr adalah rahasia. Sirr berisi rahasia-rahasia Allah untuk orang itu berupa sifat-sifat Allah, rencana dan takdir Allah. Sirr terhubung langsung dengan Allah SWT.
Dikenal pula istilah lubb yang jamaknya albâb. Surat Ali Imran ayat 130* menyebut Uli al-Albâb sebagai individu yang selalu berdzikir, berfikir, dan beribadah. Apa arti lubb? Kalau kita menebang sebatang pohon, lalu kita perhatikan penampang potongannya, akan terlihat di bagian tengah dari batang pohon itu ada bagian yang berwarna kecoklatan. Itulah inti dari batang pohon tersebut. Arab menyebutnya lubb.
Qalbu adalah lubb bagi ruh. Intinya ruh adalah qalbu, intinya qalbu adalah fu’ad, dan intinya fuad adalah sirr. Sirr adalah inti dari segala inti, yang mengandung rahasia dari segala rahasia, sehingga disebut Sirr al-Asrar (secret of the secrets). Namun untuk tahap permulaan mempelajari tashawuf cukuplah orang memahami ruh dan intinya saja, yaitu qalbu.
Mudah-mudahan Allah Subhaanahu Wata’aala memberikan taufiq pada kita semua untuk istiqamah dalam agama yang telah dibawa Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam
semoga ada hikmah yang bisa di ambil....
Marilah Setiap detak-detik jantung.., selalu kita isi dengan..
Asma Teragung diseluruh jagad semesta raya ini...
Subhanakallahumma wabihamdika AsyaduAllahilaha illa Anta Astagfiruka wa'atubu
Hakikat Diri 2
Spiritualitas manusia berpusat pada qalbu, dan di dalam qalbu manusia sudah ada potensi-potensi spiritual yang merupakan format dasar kemanusiaan. Maka kalau saja manusia selalu mengikuti suara qalbunya, itu pun sudah cukup menyelamatkan diri dan kehidupannya.
Bukankah Rasulullah SAW berpesan kepada Wabishah: ‘istafti nafsaka (qalbak)!’ -
“Wahai Wabishah, mintalah fatwa pada dirimu (qalbumu) sendiri; suatu kebajikan adalah apa yang menenteramkan qalbumu, dan engkaupun tenteram dengannya. Suatu kejahatan adalah apa yang menggelisahkan qalbumu, dan mengguncang dirimu, meskipun orang lain sudah membenarkanmu”.
Masalahnya sekarang adalah qalbu manusia sering lengah dan lalai sehingga mudah terdorong sesat ketika dipengaruhi oleh gejolak hawa nafsu dan terseret oleh godaan iblis/setan. Untuk itulah Allah SWT menurunkan para rasul dengan membawa ajaran agama sebagai pengingat bagi yang lengah, petunjuk bagi yang bingung, penegas bagi yang ragu. Sumber ilmu (informasi) keagamaan adalah kitab suci, tapi faktor utama dalam proses keberagamaan adalah qalbu. Dalam proses hidup beragama kitab suci adalah faktor sekunder. Al-Qur’an pun banyak mengarahkan manusia untuk selalu mendengarkan suara qalbunya.
Hakikat Diri dan Inti Kemanusiaan
Hakekat diri manusia adalah diri yang ruhaniah/spiritual yang sudah tercipta sebelum adanya tubuh biologis (basyar). Ketika manusia masih dalam wujud ruh di alam lahut, ruh merupakan wujud pertama manusia dalam proses penciptaannya sebelum diturunkan ke bumi dan dimasukkan ke dalam tubuh jismaniah (basyar). Allah mempersiapkan basyar (tubuh biologis kebinatangan) hanya sebagai cangkang/wadah bagi si manusia ruhaniah itu.
Inti ruh yang menjadi pusat diri manusia adalah qalbu. Di dalam Bahasa Arab dikenal ada 2 macam qalbu; qalbu jismaniah berupa gumpalan daging yaitu jantung, dan qalbu ruhaniah yang dalam Bahasa Indonesia disebut hati nurani. Di dalam qalbu ruhaniah inilah terletak fithrah (sifat-sifat asli dari Tuhan) berupa kesadaran, perasaan, kecerdasan, iman dan iradah. Jadi, sejak diturunkan dari sisi Allah, si manusia ruhaniah itu qalbunya tidak kosong. Karena di dalam qalbu itu Allah SWT sudah menempatkan potensi-potensi dasar spiritual (fithrah), bibit iman, moralitas, ilmu dan kemerdekaan.
Asal kata Fithrah dan artinya
Apa arti kata fithrah? Sudah menjadi tradisi bahwa setiap tahun, menjelang Hari Raya Idul Fithri kita membayar Zakat Fithrah. Di sini jelas ada 2 kata yang populer yaitu fithri dan fithrah. Kedua kata itu bersumber dari dari satu akar kata yang sama yakni fathara yang mempunyai 2 makna:
* to break out = memecah, membelah; seperti kuncup bunga yang memecah/mekar.
* to originate = muncul, memunculkan.
1. Fathara dalam arti memecah –> fithrun.Fithrun sebagai mudhof ilayh dibaca fithri (lihat idul fithri). Dalam bahasa sehari-hari disebut juga futhur/ifthor, artinya memecah kepuasaan. Contohnya, di malam hari, karena tidur orang bagaikan berpuasa, tidak makan. Maka di pagi hari, makan yang pertama adalah makan yang memecah kepuasaannya. Itu sebabnya ia disebut futhur/ifthar yang artinya makan yang memecah kepuasaan (to break the fast) yang menjadi populer dengan breakfast. Maka idul fithri adalah hari raya memecah (mengakhiri) puasa. Media-media Arab berbahasa Inggris, seperti Arab News dan lain-lain, menyebut Idul Fithri dengan “Fast Breaking Festive”, festival mengakhiri puasa.
Zakatul Fithri atau Shadaqatul Fithri artinya adalah zakat/shadaqah yang harus dibayarkan pada saat orang melaksanakan futhur atau mengakhiri puasa. Hal ini berkaitan dengan hadist Nabi SAW, “Puasa seseorang akan tetap terkatung-katung antara bumi dan langit, belum diterima oleh Allah, sebelum dibayarkan zakatul fithri/shadaqatul fithri”. Di negara tetangga kita seperti Singapura dan Malaysia orang pun menyebutnya zakatul fithri/shadaqah fithri, tapi di Indonesia istilah ini lebih dikenal zakat fithrah.
2. Fathara dalam makna yang kedua: “mencipta pertama kali”Terdapat perbedaan antara khalaqa dengan fathara.Khalaqa (to create): mengadakan sesuatu dari bahan material yang memang sudah ada. Contoh: di alam sudah ada tanah liat, dari tanah liat orang mencipta cangkir porselin. Penciptaan adalah pengadaan sesuatu dari bahan yang memang sudah ada sebelumnya.Fathara (to originate): mengadakan sesuatu dari belum adanya sama sekali. Karena itu fathara lebih dahsyat dari khalaqa, karena mengadakan sesuatu dari belum adanya sama sekali. Di dalam Al-Qurâ’an pun istilah fathara hanya dipergunakan untuk Allah. Misalnya: fatharas samawati wal ardh…
Dari kata fathara yang bermakna to originate itulah terbentuk istilah fithrah (originality). Originality adalah ciri, sifat atau karakter original. Ciri atau sifat sejak sesuatu itu origin, dimunculkan untuk pertama kalinya. Fithrah adalah sifat/karakter yang mengiringi sesuatu sejak penciptaannya pertama kali.
FITHRAH: Sifat-sifat Ketuhanan
Allah SWT berfirman surat Ar-Ruum ayat 30.
“…Fithratallah allatii fatharannaasa ‘alayhaa…”…
Fithrah Allah, yang Dia mencipta manusia berdasarkan fithrah itu. (QS. Ar-Ruum, 30:30)
Bayangkan, Allah mencipta manusia dengan sifat-sifat Allah, karena itulah ketika manusia itu terlahir dalam hadist Nabi dijelaskan:
Maa min mauluudin Illaa yuu ladu ‘alalfithrah
tidak satu pun bayi terlahir kecuali ia di lahirkan berdasarkan FITHRAH
Dan dalam hadist lain yang sangat indah dan sangat populer dikalangan dunia tasawuf:
“Takhallaquu biakhlaqillah”
Berahlaklah kalian dengan ahlak Allah
Bertingkahlah kalian dengan tingkah ke-Allah-an, jadilah kamu ‘seperti’ Allah karena manusia adalah cermin Allah. Karena manusia dihadirkan ke bumi untuk menjadi khalifatullah atau wakil Allah, dan di dalam qalbunya sudah diisikan sifat-sifat Allah, maka hendaknya manusia bertingkah dengan tingkah ke-Allah-an, dengan mewujudkan karakter ke-Allah-an.
FITHRAH: Iman
Cermati sejarah pencarian Tuhan oleh Nabi Ibrahim AS dalam surat Al-Anbiya’: 51-83 dan surat Al-An’am: 74-79.
“Sesungguhnya bibit iman telah turun di pusat qalbu setiap orang..”
Juga dalam surat Al-A`raf ayat 172:
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”.
Allah memberikan bibit Iman, naluri ber-Tuhan yang menggelisahkan orang untuk selalu tertarik, mencari, meneliti, menjelajah, mencoba mengenali Tuhannya. Karena itu di dalam semua budaya, semua bangsa, semua orang tahu akan adanya Tuhan, adanya dia yang misterius itu. Lalu manusia-manusia itu memberi nama / istilah-istilah kepada apa yang disebut Tuhan. Maka muncullah ‘Tuhan’ dengan berbagai bahasa.
FITHRAH: Moralitas, Ilmu dan Kemerdekaan
Moralitas
“Demi diri (manusia) dengan segala kesempurnaannya, lalu Tuhan mengilhamkannya tentang kejahatan dan ketaqwaan.” (QS. Asy-Syams, 91:7-8)
Ilmu dan Kemerdekaan
“…Dia mengilmui Adam dengan nama-nama segalanya…”,(QS. Al-Baqarah, 2:31-34)
“Tinggallah engkau & isterimu di dalam kebun ini dan makanlah segala yang tersedia berlimpah, yang mana saja yang kamu kehendaki…”,(QS. Al-Baqarah, 2:35-38)
Artinya sejak saat itu kepada Adam diberikan masyi’ah / kebebasan berkehendak. You are free to make your own choice, kamu bebas menentukan kehendakmu sendiri.
Seberapa besar kebebasan yang Allah berikan kepada Adam? Kebebasan yang sebebas-bebasnya
Apakah kebebasan itu hanya untuk Adam dan Hawa saja? Sepanjang di dalam kebun itu saja?
Tidak, kebebasan yang Allah berikan adalah kebebasan yang seluas-luasnya, sedemikian luas sampai-sampai seluruh manusia di muka bumi ini bebas bahkan untuk membangkang Allah sekali pun.
“Kalau saja Tuhanmu menghendaki, Dia bisa membuat semua yang ada dimuka bumi beriman kepada Dia…”,(QS. Yunus, 10:99)
“Tidak ada paksaan untuk dalam beragama; sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus…”,(QS. Al-Baqarah, 2:256)
Muncul pertanyaan, mengapa Allah memberikan kebebasan yang begitu luas kepada manusia sampai-sampai manusia bebas untuk membangkang kepada Allah sehingga manusia berbuat jahat dimuka bumi?
Sebagai wakil Allah yang akan memimpin kehidupan di muka bumi, manusia akan banyak menghadapi problem. Supaya bisa menyelesaikan problem-problem itu maka manusia haruslah merupakan makhluk yang kreatif. Maka supaya bisa kreatif itulah Allah berikan ilmu dan kebebasan karena ilmu dan kebebasan adalah dua bahan baku untuk munculnya kreatifitas.
Kreatifitas, yang berangkat dari ilmu pengetahuan dan kemerdekaan, adalah salah satu dari hal-hal yang paling awal Allah berikan kepada manusia. Dengan ilmu manusia akan menjadi cerdas dan banyak tahu, dan dipadu dengan kemerdekaan kecerdasan berubah menjadi daya cipta yang dahsyat yang menyebabkan peradaban manusia berkembang progressif.
Yang Merusak Fithrah Manusia
1. Hawa Nafsu
2. Iblis
“Wahai Adam, maukah engkau kutunjukkan pada Pohon Keabadian (Status Quo) dan Kejayaan Tanpa Batas (Keserakahan).”(At-Thaahaa, 20:120)
Iblis menyusup ke kebun kelimpahruahan (jannah) dan mengiming-imingi Adam (manusia pertama di bumi) dengan janji Keabadian dan Kejayaan Tanpa Batas dengan cara memakan buah Pohon Terlarang. Rupanya Adam tergiur untuk mendapatkan keabadian dan kejayaan tanpa batas, maka Adam pun memakan buah pohon terlarang itu. Lalu apa yang terjadi?
“…maka nampaklah ‘kemaluan’ mereka berdua, dan keduanya mencari-cari alat untuk menutupinya dengan dedaunan di kebun; Adam telah membelakangi Tuhannya dan sesatlah ia.” (At-Thaahaa, 20:121)
Ketika manusia memperturutkan hasrat keabadian dan keserakahannya maka akan nampaklah segala hal yang memalukan dari dirinya, terkuaklah segala aib yang menghinakannya. Manusia menjadi telanjang dan pakaiannya rontok. Pakaian adalah simbol keberadaban, simbol martabat dan status sosial, yang tiada lagi berguna ketika manusia memperturutkan hasrat keabadian dan keserakahan dengan mengabaikan fithrahnya.
Ketika Allah SWT melarang Adam untuk mendekati pohon terlarang itu bukan karena Allah takut akan tersaingi keabadian dan kejayaanNya, tetapi Allah, dengan teknik learning by doing, sedang memberi pelatihan kepada Adam tentang:
1. Suatu kebebasan bukanlah tanpa batas, harus dikendalikan.
2. Titik lemah manusia adalah hasrat keabadian & keserakahan.
3. Iblis adalah musuh yang nyata.
Adam bertaubat dan memohon ampun, Allah menerima taubat dan mengampuni Adam. Lalu Adam dikeluarkan dari “kebun pelatihan” untuk turun ke bumi relitas untuk menjalani missinya sebagai hamba Allah sekaligus khalifah Allah.
Kesimpulan
Apa saja potensi spiritual (fithrah) yang Allah berikan kepada manusia? Sifat-sifat Allah, Bibit Iman, Moralitas, Ilmu dan Kemerdekaan.
Dimana Allah menempatkan fithrah itu?
Pada qalbu manusia, pusat spiritualitas manusia (hati nurani). Sejak awalnya qalbu manusia tidak pernah kosong.
Apa fungsi fithrah bagi manusia? Sebagai format (image) ketuhanan.
“Sesungguhnya Allah mencipta Adam berdasarkan citra-Nya / image-Nya”(Hadist Qudsi)
“…Then God said, “Let us make man in our image, in our likeness”"So God created man in his own image, in the image of God he created him”(Bibel, Genesis 1:26-27)
Apa yang merusak Fithrah?
Hawa Nafsu dan Iblis.
Hawa nafsu berupa:
* Syahwat perut;
* Syahwat kemaluan;
* Syahwat kalam;
* Syahwat tidur.
HAKEKAT DIRI
Reviewed by Kakang Prabu
on
01.11.00
Rating:
Tidak ada komentar